Sabtu, 02 Juni 2012

25 April - 25 Mei ( PART 2 - Selesai )


Sempet-sempetnya foto ginian




Siswa-siswa jenius itu

        Awalnya aku merasa sangat inferior di bimbel itu. Bagaimana anak-anak depok sangat jauh berbeda dengan anak Tegal dalam hal persaingan. Di dalam kelas, mereka sangat cekatan dan berani untuk bertanya hal-hal yang mereka belum paham kepada tutor. Dan ketika aku mengobrol dengan mereka, kebanyakan dari mereka mengatakan keinginannya untuk sekolah di jurusan dan universitas favorit. Ada yang ingin masuk kedokteran UI, ada yang ingin masuk UGM, dan itu semua mereka katakan dengan percaya diri. Menurut sepemahamanku, inilah yang jadi pembeda orang-orang di kota besar dan di kota kecil ataupun pedalaman. Bukan masalah kesanggupan dari segi finansial, tapi adalah kepercayaan diri yang mengalahkan segala ketakutan dalam diri. Orang-orang kota ini punya visi, punya kemauan dalam memandang cita-cita mereka.

         Masih sangat jelas di ingatanku tentang anak-anak luarbiasa di kelas itu. Yang pertama adalah si OKE, anak bangka belitung dengan perawakan gempal, selalu tersenyum dan sangat santun. Masih kuingat saat tryout pertama, dia telat dan tampak seperti orang linglung, dengan wajahnya yang amat lugu. Pertamanya sih aku suudzon, anak macam apa ini, pasti intelektualnya dibawahku! Hahaha. Pikiran jahatku terus merasuki otakku. Namun setelah beberapa hari ikut bimbingan, aku menyadari dia bukan siswa sembarangan. Ia adalah peraih medali entah itu perak apa emas di olimpiade sains tingkat nasional dengan mapel fisika.Saat belajar bareng anak-anak tegal, dia sangat menonjol terutama di pelajaran fisika. Analisisnya luarbiasa. Nilainya di pretest selalu sempurna tanpa cacat. Saat aku lihat hasil-hasil tryoutnya pun, selalu melampaui passing grade prodi yang dipilihnya. Dan yang membuat aku shock, saat itu dia memilih FK UI sebagai pilihan pertama. Ya allah, ternyata orang lugu yang selama ini saya hina-hina di dalam hati punya kemampuan luarbiasa.

         Siswa selanjutnya yang sangat kuingat adalah Mas Hafid. Kenapa anak-anak di kelas memanggilnya mas, yak, karena usianya berbeda sekitar 2 tahun dari usia anak normal kelas 3 sma. Ia pun sudah berkuliah di UI, jurusan teknik (teknik apa aku lupa. Politeknik kali). Ketika ditanya “kenapa ikut snmptn lagi mas? Kan udah kuliah di UI gitu” jawabnya ringan “bosan, jenuh”. Muke gile, ane dapet kuliah negeri aja udah syukur banget, nah ini dengan ringannya bilang bosen kuliah di UI. Ia mengincar ITB jurusan apa aku lupa, intinya jurusan favorit di ITB. Lebih gila dari OKE, mas hafid sering masuk 20 besar peringkat NF se nasional. Kemampuan mat-fis nya outstanding buatku. Seringkali dia menemukan kesalahan-kesalahan dari tutor yang sangat pintar sekalipun. Kelemahannya hanya satu, bagiku ia terlalu introvert dan jarang bicara. Kalau dia mau proactive dan punya jiwa koleris yang tinggi, bukan tidak mungkin di masa depan ia akan melampaui orang-orang jenius seperti B.J Habibie. Hmm, dengan kemampuan seperti ini, tak berlebihan ia mengincar ITB sebagai tempat kuliah selanjutnya.
Dari orang ini aku belajar 2 hal. Pertama, jangan pernah sombong karena diatas langit masih ada langit. Kedua, tentang realistis. Bahwa realistis itu bukan membatasi mimpi, tetapi sinkronisasi antara harapan dan daya upaya.

Diatas langit masih ada langit


UANG PANGKAL

          Ternyata belajar di “negeri orang” bukan hanya masalah akademik dan penyesuaian gaya belajar. Semua ini tentang budaya yang berbeda. Ya, aku merasakan depok dan tegal berbeda dalam banyak hal. Aku merasa orang-orang depok lebih tinggi dari orang tegal dilihat dari segi kecuekan. Ditanya sangat cuek, jutek kadang-kadang. Soal keramaian jalanan pun, jauh dari kata lengang. Sangat stress rasanya melihat kendaraan-kendaraan bermotor –yang tak sabaran- menaiki trotoar. Apa-apaan mereka ini, ini kan hak pejalan kaki, pikirku. Polusi udara yang jauh lebih tinggi lah, harga makanan yang cukup mahal lah. Hmm.. rasanya aku ingin bercerita tentang hal-hal yang menyebalkan pada awalnya itu.

          Hal yang menyebalkan pertama kuingat adalah masalah kos. Masih ingat di bayanganku bagaimana kesalnya aku dan Yudi ketika itu. Aku sekamar dengan Yudi. Waktu itu untuk pertama kalinya kami bermalam sebagai anak kos.Malam pertama kalinya menginap jauh dari orangtua. Dan tiba-tiba ada yang menggedor kos kami. “kreek”, kubuka pintu. Dan muncullah lelaki berambut cepak, kurus dan mirip dengan artis bang bokir bertengger di depan pintu. Dan benar saja, itu bapak kos kami. Ia ternyata bermaksud menagih sejumlah uang beserta fotokopi kartu pelajar sebagai bentuk legalisasi kami sebagai penghuni kos. Ia menyebut uang itu adalah “uang pangkal”.

          Aku awalnya agak ragu dengan uang pangkal itu. Pertama, ragu kalau uang pangkal ini memang resmi ada atau diada-adakan. Yang kedua, yudi dan aku sebenarnya bingung arti “pangkal” itu awal atau akhir. Ujung pertama atau ujung terakhir. Hmm.. kami berfikir, sampai menganalogikan dengan pangkal paha dan banyak hal.

“weh, pangkal kue apa yak?” tanyaku pada yudi
“ujung nean oh”
“ujung berarti akhir oh, bisane nagihe pertama manjing?”
“mbuh kue” kata yudi

Masalahnya kalau uang pangkal ini adalah ujung pertama, bisa-bisa kami “dipalak” terus sampai pulang nanti. Ya sudahlah, kami bayar saja dengan perasaan sedikit dongkol. “sialan, bang bokir bang bokir”. Astaghfirullah, kami terus mengumpat. Tapi memang mirip sih.


NASI PANTAT

         Menghitung hari..detik demi detik.. ( eh kok malah jadi nyanyi sih)
          Dunia bisa berubah. Manusia memang bisa berubah. Begitu pula pola pikir dan kebiasaan manusia. Hari berganti hari, hal-hal yang awalnya menyebalkan itu lambat laun berubah menjadi biasa bagi kami, bahkan menyenangkan. Kehidupan kami di kosan yang sudah berumur satu minggu pun akhirnya menjadi sebuah rutinitas yang terasa mengasyikkan. Kami bangun dini hari untuk sholat shubuh di musholla dekat kosan, lalu belajar atau tidur kembali sampai waktu yang tepat untuk sarapan, sekitar jam 6. Kami biasa sarapan bubur ayam di depan basecamp sintesa ( perkumpulan anak-anak tegal) atau nasi uduk di samping kosan. Kalau jadwal les NF sore hari, kami biasa belajar bareng kakak kelas di basecamp. Kalau jadwal les pagi hari, kami belajar bareng kakak-kakak biasanya malam setelah maghrib. Kalau pulang les sampai malam, biasanya sepulang les kami beli nasi goreng di depan gang, hmm nikmatnya. Hari minggu biasa yudi dan aku jadikan refreshing dengan bersih-bersih kamar serta wc. Rutinitas yang berlangsung selama kami di depok tentunya selalu aku simpan di lobus frontalku sebagai kenangan terindah.
          
     Aha, udah ah sentimentilnya. Ntar malah nangis haru. Sebenernya ada hal unik yang ingin aku ceritakan disini, yaitu tentang kuliner dan orang tegal. Mungkin kalian bertanya-tanya, apa kaitannya orang tegal dan kuliner di depok? Haha. Yak, benar. WARTEG. Warteg ataupun warung tegalan memang sudah go international, eh go national maksudnya. Dimanampun kita berada, dari sabang sampai aceh, eh merauke, hampir selalu ada warterg. Termasuk di depok. Masakannya, bentuk warungnya, pedagangnya yg mayoritas asli tegal, semuanya tampak sama. Dan hal inilah yang sedikit mengurangi rasa homesickku akan kampung tegal.

Jalan-jalan di UI. Beruntungnya NF deket ni kampus


            Di depan gang, banyak sekali bertengger warteg. Harganya pun cukup terjangkau. Untuk info, di depok saat itu untuk makan kenyang+minum paling tidak sedia 15.000 rupiah. Tentu saja, nominal itu memberatkan kami yang memang warga pendatang. Tapi beda kasus kalo di warteg. Dengan 8-10 ribu rupiah, kita sudah kenyang plus minum.
Dan kali ini aku mengisahkan salah satu warteg yang paling “hot” di sekitar gangku. Ini awalnya adalah warung langganan aku dan yudi. Sebenarnya warung ini tak terlalu istimewa soal masakan. Ada 2 hal yang membuatnya tampak unik dimataku dan teman-teman. Pertama, adalah soal harga. Aku pernah shock saat itu ketika makan dengan nasi,sop,sayur,telor,tempe dan es teh hanya membayar 7000. Yudi saja pernah makan dengan nasi,ayam,sop,sayur dan es teh hanya membayar 9000. Lebih gila lagi, ada yang berujar pernah makan disitu dengan lauk ayam hanya 5000. Kami berfikir sebenarnya ini salah hitung atau bagaimana. Lebih ekstrim lagi ada yang berkelakar “ayamnya ayam tiren cuy”. Astaghfirullah, semoga itu hanya lelucon.

           Kedua, yang istimewa dari warung ini adalah penjualnya. Kalian pernah nonton “kungfu hustle” ? film yang dibintangi steven chow itu. Nah, kalau kalian ingat sahabat steven bertubuh gemuk yang sikapnya seperti patrick, seperti itulah penjual warteg ini. Namanya Yoga. Menurut aku, yudi dan beberapa anak, Yoga adalah orang yang sangat baik dan dermawan. Itu terlihat dari caranya memberi kebebasan kami dalam mengambil makanan ( benar-benar ala prasmanan) dan patokan harga makanan yang sangat murah. Namun entah mengapa beberapa orang menilai orang ini kelainan mental, jorok dan hal-hal lainnya. Aku kurang setuju. Tapi untuk hal yang kedua (yaitu jorok), aku sependapat. Pernah suatu ketika yudi makan di warung itu dan dibelakangi oleh Yoga yang menonton televisi. Yudi menjadi sedikit mual melihat celana yoga yang agak melorot dan pantatnya yang seperti buah duren yang masuk ke selokan itu teramat kelihatan. Teramat menjijikkan. Makan dengan setting seperti itu seperti sedang menyelam di kolam tinja. Beberapa hari setelah kejadian itu kami tak pernah makan di tempat itu lagi. Tapi, bagaimanapun, selama di depok, Yoga adalah pemasok gizi berhati terbaik yang pernah ada untuk kami.

GEMBES YANG MEMESONA

         Saya amat sangat setuju dengan ungkapan “wanita adalah perhiasan dunia”. Mengapa? Ya coba saja bayangkan di dunia ini tak ada wanita, amatlah gersang. Bagaikan langit tanpa awan. Bagai malam tanpa bulan, bagai tuyul tanpa duit. Tak akan ada Dian sastro, sandra dewi, raisa, zetira, yoga, dan banyak lagi. Memang, kita patut mensyukuri kehadiran wanita sebagai keindahan ciptaan tuhan. Haha.
Nah, dari beberapa hal yang kusuka dari kota besar dan membuatku cukup betah, salah satunya adalah cewek-ceweknya. Hahahahahahhaha. Kalau bicara cewek di kota besar memang tak akan ada habisnya. Nah kali ini aku bakal menceritakan sedikit cerita tentang wanita. Hahahaha.

        Kembali flashback. Hari itu adalah hari pertama bimbel di NF. Seperti pada umumnya, hari pertama adalah orientasi tentang bagaimana bimbingan ke depan, serta perkenalan baik tutor maupun siswa. Setelah sedikit memerhatikan, aku menyadari bahwa mayoritas siswa disini berasal dari jabodetabek. Apalagi cewek-ceweknya. Ya wajar sih, kan ini depok. Aku berasal dari kota kecil, jadi keberadaan cewek cantik lumayan langka. Mencari cewek cantik cukuplah susah. Ibarat mencari kunci soal snmptn di pantat Yoga. Ya kalo cari di selokan paling dapat 1 lah. Bicara cewek-cewek jabodetabek, memang kecantikannya lumayan juga. Saat perkenalan siswa dengan cara diabsen itu, mataku langsung memerhatikan satu per satu.
“afiqa panduwinata” !  nama yang indah itu dipanggil. Pertama aku berfikir, ah paling mukenya kaya triplek di gudangku, rata. Setelah aku mencoba menoleh, udara di sekitar kelas menjadi berhembus kencang. Waktu berhenti beberapa saat. “JRENG JRENG JRENG !!!” Suara detak jantungku tenggelam ditengah background sound musik-musik sinetron ketika adegan melongo dan tulisan bersambung. Ketika pandanganku mulai sejajar dengan afiqa, background musik berubah menjadi lagu Dilema-nya cherrybelle ( eh pas itu belum ada cherrybelle ding). Musiknya berubah jadi “bukan cinta biasa”nya Afgan. Hatiku berdebar.
          Dan astaga dragon, wajah afiqa memang cantik. Kalo wanita diibaratkan sepakbola, afiqa ini ibarat cristiano ronaldonya wanita. Kalau diibaratkan fisika, afiqa ini ibarat albert einstein. Dan kalau diibaratkan warteg, afiqa ini ibarat majikannya Yoga. Wajahnya sangat mirip wanita-wanita Iran. Berkerudung, mukanya kearan-araban. Hidungnya panjang seperti pensil staedler, matanya belo’ seperti bola basket, dan tubuhnya sekitar 165cm. Jangkung dan langsing untuk ukuran wanita. Memang, entah mengapa orientasi otak saya lebih menyukai dua jenis etnis. 1 adalah oriental, kedua yang ke persia-persia an.
Merasa tertarik tingkat dewa, akupun mulai kehilangan sebagian besar konsentrasi. Tiap kali diterangkan fisika oleh tutor, bukannya memikirkan luas lingkaran = pi r kuadrat, tetapi pikiranku mengatakan luas hatiku = hanya muat untuk afiqa. Selama beberapa hari, pelajaran di kelas ibarat hanyalah angin lalu. Masuk kelas, niat utamanya adalah ketemu afiqa.
            Dan malam itu, kejadian istimewa terjadi. Seperti biasa, setelah les berakhir, aku, yudi dan beberapa anak lainnya masih berada di kelas untuk berdiskusi berbagai macam hal sebentar. Nah, saat itu aku menemukan sebuah wadah air di atas meja, di bangku deretan cewek. Aku pun bertanya pada beberapa anak, “eh punya sape nih?” dan ada salah satu cewek yang menimpali “kayaknya punya afiqa. Tadi dia kayaknya barusan keluar, samperin aja”.
Hatiku pun bergetar, “HAH? SAMPERIN?” ..ini tidak mungkin. Aku yang grogi dalam hati langsung bernyanyi “geregetan”nya Sherina. Awalnya aku ingin sholat istikharah dulu buat memutuskan buat nyamperin dia. Tapi berhubung kelamaan dan keburu Yoga pinter, aku langsung melesat bagai roket. Kelasku di lantai 2 dan aku bergegas turun melalui tangga kecil menuju ke bawah. Dan benar saja, hembusan angin kembali mengirimku ke telenovela singkat.
Aku menemukan afiqa. Ia sepertinya bergegas akan pulang. Dengan hati yang bergetar, aku langsung memanggil namanya sedikit keras.

“afiqaa a a....... . . “
Si Afiqa secara reflex menolehkan wajahnya ke arahku. Dan dengan cepat aku menghampirinya dengan gerakan slow motion, diiringi “antara aku kau dan dia” nya Kangen Band.
“ya ? “ alisnya yang seperti pagar kecamatan itu sedikit menaik. Mungkin karena heran kok ada gembel malam-malam gini lari-lari.
“gawat fiq, ada hal penting yang ingin aku sampaikan!!”
“apa ya? “
“hehe..”
“apaan ya?” dia mulai mual.
“hehe ..hehe“ (diulang 99x)
“ga kok, Cuma mau ngembaliin ini. Gembesmu kan? Tadi ketinggalan di kelas”
“eeeh.. iya. Lupa tadi. Makasih ya” dia menmbakkan senyum termanis di depok.

         Sangat datar. Tapi kejadian malam itu cukup membuatku keramas di malam hari, ga ding. Hal itu cukup menyadarkanku kalau pesona wanita itu luarbiasa. Berjuta-juta bahkan bermilyar wanita cantik pasti pernah dan akan terus dilahirkan di dunia ini. Jika terus mengikuti hawa nafsu, saya tak akan pernah maju memikirkan wanita-wanita cantik. Saya belajar untuk tidak mendewakan hawa nafsu lagi dan fokus pada hal-hal positif yang akan kita raih. Mimpi yang akan kita capai. Ah, besok saya harus fokus dengan penjelasan tutor di kelas. Tak akan ada lagi besar volume bola=tak sebesar kecantikan afiqa. Saya akan lebih fokus.

HARI HARI PENENTUAN   
       
         “Kuyakin kita akan bahagia ..tanpa harus selalu bersama”
         Aku terus mendendangkan lagu itu ketika sadar akan berpisah dengan depok. Pertemuan akan selalu sepaket dengan perpisahan. Singkat cerita, bimbingan itu pun berakhir dan aku akhirnya harus meninggalkan semua kenangan di kota depok. Aku hanya bisa berharap perjuanganku selama hampir sebulan disini tak sia-sia. Mental bertanding asal depok akan kubawa untuk bertempur di medan perang nanti. Aku memilih untuk menunjuk Purwokerto sebagai medan pertempuran, disebabkan aku memilih ugm dan unsoed yang notabene berada di wilayah 2.
        Lalu, akhirnya aku selesai mengikuti tes snmptn di purwokerto. Pengumuman lolos atau tidaknya masih lama, sekitar akhir Juni. Dan sekedar berbagi pengalaman, selama bulan mei ke juni menanti pengumuman lolos atau tidak, aku mencoba peruntungan di sekolah-sekolah swasta. Awalnya aku kurang setuju. Namun karena desakan orangtua yang khawatir aku tidak lolos ujian perguruan tinggi negeri, mendorongku untuk ikut tes tes di sekolah swasta sebagai cadangan.
       Apa mau dikata, dari beberapa tes yang aku jalani, tak ada satupun yang tembus. Aku ditolak di berbagai universitas itu. Ingin rasanya protes kepada mereka mengapa berkali-kali aku ditolak. Aku sudah merasa sangat maksimal dalam belajar dan sangat mudah saat mengerjakan tes. Tapi ya sudahlah, aku terima semua kegagalan itu dan sampailah aku di akhir Juni. Tuhan berkata lain.
Saat itu aku dirumah beserta ibu bapakku. Waktu pengumuman tinggal menunggu jam, bahkan hitungan menit. Ibuku setia menunggu di depan komputer menanti pengumuman. Dan aku sama sekali tak berani memandang layar komputer. Aku merasa tak mungkin lolos. Bayangkan saja, di sekolah swasta saja aku berkali-kali ditolak, apalagi di perguruan tinggi negeri yang persaingannya luarbiasa. Namun , tuhan berkata lain. Waktu menunjukkan saatnya melihat hasil pengumaman. Dan secara ajaib aku diterima di unsoed. Secara refleks aku sujud mensyukuri kenikmatan luarbiasa itu.
Aku ikut gembira mendengar kabar beberapa temanku yang turut berhasil. Alfin sudah beberapa waktu lalu tembus Fak.Hukum UI lewat snmptn undangan. Adit juga menyusul sahabat karibnya, alfin di UI dengan fakultas yang sama.  ( Pengen deh dihukum ama kamu :P ). Yudi pun tembus teknik informatika Undip. Si Oke dengan luar biasa tembus kedokteran UI. Yoga seperti biasa menembus celana dengan pantatnya. Wah masih banyak lagi yang tak mungkin aku sebutkan satu satu disini ( sori yak, yang ga kusebutin jangan horny).
           Sejak saat itu aku mengerti tentang kegagalan dan kesuksesan. Segala keterbatasan janganlah jadi alasan. Jika anda berfikir anda tidak mampu secara finansial, berfikirlah banyak sekolah yang memberikan beasiswa. Jika anda berfikir anda tidak memiliki kemampuan layaknya orang cerdas, berusahalah dua kali lipat melebihi orang cerdas. Mario Teguh berujar “Lebih baik mengalami kegagalan daripada membayangkan kegagalan.” Berkaca dari itu saya memutuskan untuk berjuang sambil membayangkan kesuksesan. Dan kembali teringat pelajaran “realistis itu bukan membatasi mimpi, tetapi sinkronisasi antara harapan dan daya upaya”. Saya dan teman-teman mungkin telah berupaya keras. Tetapi lolosnya kami kali ini tak mungkin tanpa daya dan pertolongan dari tuhan. Alhamdulillah..



( Sori yak ni catetan agak panjang. Mantri sunat di dket rumah lagi liburan)



Now, Im unsoedian

1 komentar: